Kamis, 27 Maret 2014

Catetan TH. 1946



Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai,
Mainan cahaya di air hilang bentuk dalam kabut,
Dan suara yang  kucintai ‘kan berhenti membelai.
Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut.

Kita -anjing diburu- hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang
Tidak tahu romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu
Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat .

Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu
Jika bedil sudah disimpan , Cuma kenangan berdebu.
Kita memburu arti atau disertakan kepada anak
Lahir sempat.karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu
asah,
tulis karena kertas gersang,
tenggorokan kering
sedikit mau basah !

1946

Gaya Bahasa

  1. Pada baris : ”Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai” menggunakan majas perbandingan sinekdoki pars pro toto (menyebutkan untuk keseluruhan) yaitu “tangan” untuk menyatakan keseluruhan diri si aku yang jemu terkulai menggambarkan si aku tak berdaya lagi. Dipergunakan itu karena tangan itu merupakan pusat kekuatan bekerja. Jika tangan terkulai berarti orang sudah tidak dapat bekerja dan berusaha lagi.
  2. Pada baris : “Dan suara yang kucintai kan berhenti membelai” juga merupakan majas perbandingan sinekdoki pars pro toto menyatakan orang yang memiliki suara itu, yaitu orang-orang yang dicintai si aku. Orang yang dicintai si aku sangatlah berarti, sampai saat orang- orang itu menghilang, seakan si aku tidak memperoleh suatu kehidupan lagi karena si aku sangat merasa kehilangan.
  3. Retorika hiperbola “jangan mengerdip” untuk menyatakan berusaha penuh perhatian dan terus-menerus sehingga mata pun tidak berkedip.
  4. Metaforik dan hiperbolik “kertas gersang” untuk menyatakan kehidupan yang kosong dicitra-visualkan dan dikiaskan.
  5. Perifrasis adalah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Contoh: “Tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau diranjang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar